Jumat, 24 November 2017

Analisis Puisi Intertekstual Puisi “Padamu Jua” Karya Amir Hamzah Dengan “Doa” Karya Taufik Ismail


Analisis Puisi Intertekstual Puisi “Padamu Jua” Karya Amir Hamzah Dengan “Doa” Karya Taufik Ismail
Oleh Gita Puspitasari
13010114130067


PADAMU JUA
(Amir hamzah)

Habis kikis
Segala cintaku hilang terbang
Pulang kembali aku padamu
Seperti dahulu
Kaulah kandil kemerlap
Pelita jendela di malam gelap
Melambai pulang perlahan
Sabar, setia selalu
Satu kekasihku
Aku manusia
Punya rasa
Rindu rupa
Di mana engkau
Rupa tiada
Suara sayup
Hanya kata merangkai hati
Engkau cemburu
Engkau ganas
Mangsa aku dalam cakarmu
Bertukar tangkap dengan lepas
Nanar aku gila sasar
Sayang berulang padamu jua
Engkau pelik menusuk ingin
Serupa dara di balik tirai
Kasihmu sunyi
Menunggu seorang diri
Lalu waktu – bukan giliranku
Matahari– bukan kawanku
DOA

Tuhan kami
Telah nista kami dalam dosa bersama
Bertahun-tahun membangun kultus ini
Dalam pikiran yang ganda
Dan menutupi hati nurani

Ampunilah kami
Ampunilah
Amin

Tuhan kami
Telah terlalu mudah kami
Menggunakan AsmaMu
Bertahun di negeri ini
Semoga Kau rela menerima kembali
Kami dalam barisanMu

Ampunilah kami
Ampunilah
Amin

1966






Amir Hamzah merupakan seorang sastrawan periode angkatan pujangga baru. Beliau merupakan sastrawan yang aktif dalam melahirkan karya-karya baru. Puisi-puisi Amir sarat dengan tema cinta dan agama, dan puisinya sering mencerminkan konflik batin yang mendalam. Diksi pilihannya yang menggunakan kata-kata bahasa Melayu dan bahasa Jawa dan memperluas struktur tradisional, dipengaruhi oleh kebutuhan untuk ritme dan metrum, serta simbolisme yang berhubungan dengan istilah-istilah tertentu. Karya-karya awalnya berhubungan dengan rasa rindu dan cinta, baik erotis dan ideal, sedangkan karya-karyanya selanjutnya mempunyai makna yang lebih religius. Dari dua koleksinya, Nyanyi Sunyi umumnya dianggap lebih maju. Untuk puisi-puisinya, Amir telah disebut sebagai "Raja Penyair Zaman Poedjangga Baroe"
Taufik Ismail merupakan seorang sastrawan periode angkatan ’66. Pengkategoriannya sebagai penyair Angkatan '66 oleh Hans Bague Jassin merisaukannya, misalnya dia puas diri lantas proses penulisannya macet. Ia menulis buku kumpulan puisi, seperti Malu (Aku) Jadi Orang Indonesia, Tirani dan Benteng, Tirani, Benteng, Buku Tamu Musim Perjuangan, Sajak Ladang Jagung, Kenalkan, Saya Hewan, Puisi-puisi Langit, Prahara Budaya:Kilas Balik Ofensif Lekra/PKI dkk, Ketika Kata Ketika Warna, Seulawah-Antologi Sastra Aceh, dan lain-lain.
Secara umum puisi “Doa” Taufik Ismail memiliki tema yang sama dengan puisinya Amir Hamzah “Padamu Jua” yaitu ketuhanan. Dalam puisi ini menjelaskan sebuah doa yang di panjatkan atas cobaan yang diterima. Subjek yang digunakan kedua penyair ini adalah tokoh si Aku sebagai penderita. Namun bila kita teliti tokoh si Aku dalam puisi ini memiliki perbedaan dalam menghadapi cobaannya. Dalam puisi “Padamu Jua” tokoh si Aku yang pada awalnya merasa kecewa akan apa yang telah Tuhan lakukan atas cobaan yang diberikan pada akhirnya si Aku kembali pada Tuhannya. Dan percaya serta tak akan mendustakan lagi karena Tuhan sebagai Maha segala.
Sedangkan dalam puisi “Doa” karya Taufik Ismail tokoh si Aku yang telah dusta akan apa yang dia perbuat selama ini memohon ampun. Dan menyerahkan diri seutuhnya pada Tuhan. Percaya pada Tuhannya yang tak akan mengingkari janji.
Amir Hamzah menggambarkan Tuhan (Engkau) sebagai kendil (lilin) kemerlap. Taufik Ismail menggambarkan Tuhan dengan menggunakan makna denotasi.

Dalam gaya ekspresi, Amir Hamzah mempergunakan citra-citra juga, tetapi tidak untuk mengemukakan pengertian, melainkan untuk mengkonkretkan tanggapan. Kaulah Kandil kemerlap / Pelita jendela di malam gelap / Melambai pulang perlahan / Sabar, setia selalu / ... / Engkau cemburu / Engkau ganas / Mangsa aku dalam cakarmu / Bertukar tangkap dengan lepas.// Di sini kata-kata dan kalimatnya tidak ambigu, bahkan mendekati kepolosan (diafan).  Sedangkan Taufik Ismail tidak mengguanakan citraan. Beliau lebih menggunakan kata-kata yang sederhana tapi indah dan bermakna denotasi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar