Jumat, 24 November 2017

Inventarisasi Teater Tradisional

Gita Puspitasari
13010114130067
Kelas B
  
A.    Inventarisasi Teater Tradisional
Jenis-jenis Teater:
a.       Jenis-jenis Teater Kraton
1.      Wayang Boneka
2.      Wayang Orang
3.      Langendriya dan Langen Mandrawanara
b.      Jenis-jenis Teater Rakyat
1.      Teater Tutur
1.1. Kentrung (dari desa Bate, Bangilan, Tuban)
1.2. Pantun Sunda
1.3. Dalang Jemblung (dari Banyumas)
1.4. Cepung (dari desa Jagaraga, kecamatan Kediri, Lombok Barat)
1.5. Sinrilli (dari Sulawesi Selatan)
1.6. Bakaba (Minangkabau, Sumatra Barat)
1.7. Wayang Beber (Pacitan, Jawa Timur)
2.      Teater Rakyat Jawa Barat
2.1. Ubrug
2.2. Topeng Sanjet
2.3. Longser
2.4. Sintren
2.5. Manoreh
2.6. Ronggeng Gunung
2.7.Topeng Blantak
3.      Teater Rakyat Jawa
3.1. Srandul
3.2. Ande-ande Lumut
3.3. Dadungngawuk
3.4. Wayang Topeng
3.5. Ketek Ogleng
3.6. Jatilan dan Reyog
3.7. Ketoprak
3.8. Wayang Wong
3.9. Topeng Malang
3.10.                    Ludruk
4.      Teater Makyong di Riau
5.      Teater Randai (dari Minangkabau, Sumatera Barat)
6.      Teater Rakyat Baru
7.      Teater Bali
7.1. Wayang
7.2. Topeng
7.3. Wayang Gambuh
7.4. Gambuh
7.5.Calon Arang
7.6. Arja
7.7. Drama Gong
8.      Taeter Rakyat Betawi
8.1. Topeng Betawi
8.2. Samrah
8.3. Lenong
9.      Kemidi Rudat di Melayu
10.  Kondobuleng (dari Bugis)
11.  Dulmuluk (dari Palembang)
12.  Mamanda (dari Banjarmasin, Kalimantan Selatan)








B.     Jenis-jenis Teater Keraton
1.      Langen Mandrawanara
Langen Mandra Wanara adalah salah satu bentuk drama tari Jawa yang mempergunakan materi tari tradisi klasik gaya Yogyakarta. Drama tari yang menggambarkan banyak wanara (kera) dan berfungsi sebagai hiburan ini merupakan perkembangan dari drama tari yang telah ada, yaitu Langendriya yang bersumber dari Serat Damarwulan. Keduanya, baik Langendriya maupun Langen Mandra Wanara, disajikan dalam bentuk tari dengan posisi jengkeng atau jongkok1) disertai dengan dialog yang berupa tembang macapat. Bedanya, yang sekaligus merupakan perkembangannya, adalah lakon yang dibawakan. Jika lokan yang dibawakan dalam tari drama Langendriya bersumber dari ceritera yang lain, maka Langen Mandra Wanara bersumber dari cerita Ramayana, seperti: Subali Lena, Senggana Duta, Rahwana Gugur, dan lain sebagainya.
Pemain, Tempat dan Peralatan
Untuk dapat mementaskan Langen Mandra Wanara dibutuhkan sekitar 45 orang yang terdiri dari 30 orang pemain, 13 orang penabuh gamelan, satu orang waranggana, dan satu orang dalang. Fungsi dalang adalah sebagai pengatur laku dan membantu para aktor dalam penyampaian cerita dengan melakukan suluk (monolog). Kostum dan make up yang dipakai selama pertunjukan mengikuti patron wayang kulit.
Pertunjukan Langen Mandra Wanara biasanya diadakan pada saat ada upacara-upacara, seperti perkawinan dan hari-hari besar lainnya. Pertunjukkan yang kurang lebih memakan waktu tujuh jam ini dilakukan pada malam hari dan biasanya bertempat di pendopo dengan penerangan lampu petromaks atau listrik. Pertunjukan Langen Mandro Wanara biasanya dilengkapi dengan alat musik gamelan Jawa lengkap (pelog dan selendro).



2.      Langendriya
Langendriyan adalah kesenian Jawa yang berbentuk dramatari. Apabila Langendriyan dibandingkan dengan wayang orang yang juga satu bentuk drama tari, tetap memiliki perbedaan. Perbedaan itu tampak pada bentuk dialog yang digunakan. Bentuk pertunjukkan wayang orang pada umumnya menggunakan dialog antawacana (percakapan biasa) dan kadang-kadang ada sedikit tembangnya, sedangkan Langendriyan semua dialognya menggunakan tembang. Oleh karena itu, dapat disebutkan bahwa Langendriyan adalah dramatari dengan menggunakan dialog tembang, yang artinya pemeran tokoh dalam cerita langendriyan ketika berdialog menggunakan tembang macapat, yang kadang-kadang dalam satu pupuh tembang dibawakan oleh seroang saja, tetapi terkadang juga dibawakan oleh lebih dari satu orang secara bergantian (Widyastutieningrum, 1994 : 13).
Langendriyan di Surakarta pada awalnya tumbuh di Pura Mangkunegaran  pada zaman pemerintahan K.G.P.A.A Mangkunegara IV, yaitu antara tahun 1853-1881. Menurut R.M. Sayid, Langendriyan di Mangkunegaran Surakarta diciptakan oleh R.M.H. Tandhakusuma (menantu Mangkunegara IV) pada tahun 1881.  Pada dekade 1970-an, Langendriyan tampak berkembang di dalam maupun di luar Mangkunegaran. Kemudian pada tahun 1972, S. Maridi menyusun pethilan Langendriyan Menakjingga-Damarwulan yang berpijak pada gaya atau versi Mangkunegaran.

3.      Wayang Orang
Wayang orang disebut juga dengan istilah wayang wong (bahasa Jawa) adalah wayang yang dimainkan dengan menggunakan orang sebagai tokoh dalam cerita wayang tersebut. Wayang orang diciptakan oleh Sultan Hamangkurat I pada tahun 1731.
Sesuai dengan nama sebutannya, wayang tersebut tidak lagi dipergelarkan dengan memainkan boneka-boneka wayang (wayang kulit yang biasanya terbuat dari bahan kulit kerbau ataupun yang lain), akan tetapi menampilkan manusia-manusia sebagai pengganti boneka-boneka wayang tersebut. Mereka memakai pakaian sama seperti hiasan-hiasan yang dipakai pada wayang kulit. Supaya bentuk muka atau bangun muka mereka menyerupai wayang kulit (kalau dilihat dari samping), sering kali pemain wayang orang ini diubah/dihias mukanya dengan tambahan gambar atau lukisan.

C.     Jenis-jenis Teater Rakyat
1.      Ketoprak
Teater Tradisional yang paling populeh di Jawa Tengah adalah Ketoprak. Pada mulanya Ketoprak hanyalah permainan orang- orang desa yang sedang menghibur diri dengan menabuh lesung di bulan Purnama, yang disebut gejogan. Pada perkembangannya menjadi suatu bentuk tontonan teater tradisional yang lengkap. Semula disebut ketoprak lesung, kemudian dengan dimasukkannya musik gendang, terbang, suling, nyanyian dan lakon yang menggambarkan kehidupan rakyat di pedesaan, maka lengkaplah Ketoprak sebagaimana yang kita kenal sekarang, yang pertama kali dipentaskan sekitar tahun 1909.

2.      Wayang Beber Pacitan
Wayang Beber adalah seni wayang yang muncul dan berkembang di Jawa pada masa pra Islam dan masih berkembang di daerah Pacitan, Jawa Timur. Dinamakan wayang beber karena berupa lembaran lembaran (beberan) yang dibentuk menjadi tokoh tokoh dalam cerita wayang baik Mahabharata maupun Ramayana.
Wayang beber ini memang pada awalnya digunakan para Wali untuk melakukan dakwah Islamnya, dan konon oleh para Wali di antaranya adalah Sunan Kalijaga wayang beber ini dimodifikasi bentuk menjadi wayang kulit dengan bentuk bentuk yang bersifat ornamentik yang dikenal sekarang, karena ajaran Islam mengharamkan bentuk gambar makhluk hidup seperti manusia, hewan maupun patung serta diberi tokoh tokoh tambahan yang tidak ada pada wayang babon (wayang dengan tokoh asli India) diantaranya adalah Semar dan anak-anaknya serta Pusaka Hyang Kalimasada.
Wayang hasil modifikasi para wali inilah yang digunakan untuk menyebarkan ajaran Islam dan yang kita kenal sekarang. Perlu diketahui juga bahwa Wayang Beber pertama dan masih asli sampai sekarang masih bisa dilihat. Wayang Beber yang asli ini bisa dilihat di Daerah Pacitan, Donorojo, wayang ini dipegang oleh seseorang yang secara turun-temurun dipercaya memeliharanya dan tidak akan dipegang oleh orang dari keturunan yang berbeda karena mereka percaya bahwa itu sebuah amanat luhur yang harus dipelihara.

3.      Mamanda

Teater Tradisional Mamanda berasal dari Banjarmasin, Kalimantan Selatan. Tahun 1897, datanglah rombongan Bangsawan Malaka ke Banjar Masin, yang ceritanya bersumber dari syair Abdoel Moeloek. Meskipun masyarakat Banjar sudah mengenal wayang, topeng, joget, Hadrah, Rudat, Japin, tapi rombongan Bangsawan ini mendapat tempat tersendiri di masyarakat. Pada perkembangannya nama Bangsawan merubah menjadi Badamuluk. Dan berkembang lagi menjadi Bamanda atau mamanda. Kata Mamanda berasal dari kata “mama” berarti paman atau pakcik dan “nda” berarti “yang terhormat”. Mamanda berarti “Paman yang terhormat”. Struktur dan perwatakan pada tontonan Mamanda sampai sekarang tidak berubah. Yang berubah hanyalah tata busana, tata musik dan ekspresi artistiknya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar