Gita
Puspitasari
13010114130067
Kelas
B
A.
Inventarisasi Teater
Tradisional
Jenis-jenis
Teater:
a. Jenis-jenis
Teater Kraton
1. Wayang
Boneka
2. Wayang
Orang
3. Langendriya
dan Langen Mandrawanara
b. Jenis-jenis
Teater Rakyat
1. Teater
Tutur
1.2.
Pantun Sunda
1.3.
Dalang Jemblung (dari Banyumas)
1.4.
Cepung (dari desa Jagaraga, kecamatan Kediri, Lombok Barat)
1.5.
Sinrilli (dari Sulawesi Selatan)
1.6.
Bakaba (Minangkabau, Sumatra Barat)
2. Teater
Rakyat Jawa Barat
2.1.
Ubrug
2.2.
Topeng Sanjet
2.3.
Longser
2.4.
Sintren
2.5.
Manoreh
2.6.
Ronggeng Gunung
2.7.Topeng
Blantak
3. Teater
Rakyat Jawa
3.1.
Srandul
3.2.
Ande-ande Lumut
3.3.
Dadungngawuk
3.4.
Wayang Topeng
3.5.
Ketek Ogleng
3.6.
Jatilan dan Reyog
3.7.
Ketoprak
3.8.
Wayang Wong
3.9.
Topeng Malang
3.10.
Ludruk
4. Teater
Makyong di Riau
5. Teater
Randai (dari
Minangkabau, Sumatera Barat)
6. Teater
Rakyat Baru
7. Teater
Bali
7.1.
Wayang
7.2.
Topeng
7.3.
Wayang Gambuh
7.4.
Gambuh
7.5.Calon
Arang
7.6.
Arja
7.7.
Drama Gong
8. Taeter
Rakyat Betawi
8.1. Topeng
Betawi
8.2. Samrah
8.3. Lenong
9.
Kemidi Rudat di Melayu
10. Kondobuleng (dari Bugis)
11.
Dulmuluk (dari Palembang)
12.
Mamanda (dari
Banjarmasin, Kalimantan Selatan)
B.
Jenis-jenis Teater Keraton
1.
Langen Mandrawanara
Langen Mandra Wanara adalah salah
satu bentuk drama tari Jawa yang mempergunakan materi tari tradisi klasik gaya
Yogyakarta. Drama tari yang menggambarkan banyak wanara (kera) dan berfungsi
sebagai hiburan ini merupakan perkembangan dari drama tari yang telah ada, yaitu
Langendriya yang bersumber dari Serat Damarwulan. Keduanya, baik Langendriya
maupun Langen Mandra Wanara, disajikan dalam bentuk tari dengan posisi jengkeng
atau jongkok1) disertai dengan dialog yang berupa tembang macapat. Bedanya,
yang sekaligus merupakan perkembangannya, adalah lakon yang dibawakan. Jika
lokan yang dibawakan dalam tari drama Langendriya bersumber dari ceritera yang
lain, maka Langen Mandra Wanara bersumber dari cerita Ramayana, seperti: Subali
Lena, Senggana Duta, Rahwana Gugur, dan lain sebagainya.
Pemain,
Tempat dan Peralatan
Untuk dapat mementaskan Langen
Mandra Wanara dibutuhkan sekitar 45 orang yang terdiri dari 30 orang pemain, 13
orang penabuh gamelan, satu orang waranggana, dan satu orang dalang. Fungsi
dalang adalah sebagai pengatur laku dan membantu para aktor dalam penyampaian
cerita dengan melakukan suluk (monolog). Kostum dan make up yang dipakai selama
pertunjukan mengikuti patron wayang kulit.
Pertunjukan Langen Mandra Wanara
biasanya diadakan pada saat ada upacara-upacara, seperti perkawinan dan
hari-hari besar lainnya. Pertunjukkan yang kurang lebih memakan waktu tujuh jam
ini dilakukan pada malam hari dan biasanya bertempat di pendopo dengan
penerangan lampu petromaks atau listrik. Pertunjukan Langen Mandro Wanara biasanya
dilengkapi dengan alat musik gamelan Jawa lengkap (pelog dan selendro).
2.
Langendriya
Langendriyan adalah kesenian Jawa
yang berbentuk dramatari. Apabila Langendriyan dibandingkan dengan wayang orang
yang juga satu bentuk drama tari, tetap memiliki perbedaan. Perbedaan itu
tampak pada bentuk dialog yang digunakan. Bentuk pertunjukkan wayang orang pada
umumnya menggunakan dialog antawacana (percakapan biasa) dan kadang-kadang ada
sedikit tembangnya, sedangkan Langendriyan semua dialognya menggunakan tembang.
Oleh karena itu, dapat disebutkan bahwa Langendriyan adalah dramatari dengan
menggunakan dialog tembang, yang artinya pemeran tokoh dalam cerita
langendriyan ketika berdialog menggunakan tembang macapat, yang kadang-kadang
dalam satu pupuh tembang dibawakan oleh seroang saja, tetapi terkadang juga
dibawakan oleh lebih dari satu orang secara bergantian (Widyastutieningrum,
1994 : 13).
Langendriyan di Surakarta pada
awalnya tumbuh di Pura Mangkunegaran pada zaman pemerintahan K.G.P.A.A
Mangkunegara IV, yaitu antara tahun 1853-1881. Menurut R.M. Sayid, Langendriyan
di Mangkunegaran Surakarta diciptakan oleh R.M.H. Tandhakusuma (menantu
Mangkunegara IV) pada tahun 1881. Pada dekade 1970-an, Langendriyan
tampak berkembang di dalam maupun di luar Mangkunegaran. Kemudian pada tahun
1972, S. Maridi menyusun pethilan Langendriyan Menakjingga-Damarwulan yang
berpijak pada gaya atau versi Mangkunegaran.
3.
Wayang Orang
Wayang orang disebut juga dengan
istilah wayang wong (bahasa Jawa) adalah wayang yang
dimainkan dengan menggunakan orang sebagai tokoh dalam cerita wayang tersebut.
Wayang orang diciptakan oleh Sultan Hamangkurat I pada tahun 1731.
Sesuai dengan nama sebutannya,
wayang tersebut tidak lagi dipergelarkan dengan memainkan boneka-boneka wayang
(wayang kulit yang
biasanya terbuat dari bahan kulit kerbau ataupun yang lain), akan tetapi
menampilkan manusia-manusia sebagai pengganti boneka-boneka wayang tersebut.
Mereka memakai pakaian sama seperti hiasan-hiasan yang dipakai pada wayang
kulit. Supaya bentuk muka atau bangun muka mereka menyerupai wayang kulit
(kalau dilihat dari samping), sering kali pemain wayang orang ini diubah/dihias
mukanya dengan tambahan gambar atau lukisan.
C.
Jenis-jenis Teater Rakyat
1.
Ketoprak
Teater Tradisional yang paling populeh di Jawa Tengah adalah Ketoprak. Pada
mulanya Ketoprak hanyalah permainan orang- orang desa yang sedang menghibur
diri dengan menabuh lesung di bulan Purnama, yang disebut gejogan. Pada
perkembangannya menjadi suatu bentuk tontonan teater tradisional yang lengkap.
Semula disebut ketoprak lesung, kemudian dengan dimasukkannya musik gendang,
terbang, suling, nyanyian dan lakon yang menggambarkan kehidupan rakyat di
pedesaan, maka lengkaplah Ketoprak sebagaimana yang kita kenal sekarang, yang
pertama kali dipentaskan sekitar tahun 1909.
2. Wayang
Beber Pacitan
Wayang Beber
adalah seni wayang yang muncul dan berkembang di Jawa pada masa pra Islam
dan masih berkembang di daerah Pacitan, Jawa Timur. Dinamakan wayang
beber karena berupa lembaran lembaran (beberan) yang dibentuk menjadi tokoh
tokoh dalam cerita wayang baik Mahabharata maupun Ramayana.
Wayang
beber ini memang pada awalnya digunakan para Wali
untuk melakukan dakwah Islamnya, dan konon oleh para Wali di antaranya adalah Sunan Kalijaga wayang beber ini
dimodifikasi bentuk menjadi wayang kulit dengan bentuk
bentuk yang bersifat ornamentik yang dikenal sekarang, karena ajaran Islam
mengharamkan bentuk gambar makhluk hidup seperti manusia, hewan maupun patung
serta diberi tokoh tokoh tambahan yang tidak ada pada wayang babon (wayang
dengan tokoh asli India) diantaranya adalah Semar
dan anak-anaknya serta Pusaka Hyang Kalimasada.
Wayang
hasil modifikasi para wali inilah yang digunakan untuk menyebarkan ajaran Islam
dan yang kita kenal sekarang. Perlu diketahui juga bahwa Wayang Beber pertama
dan masih asli sampai sekarang masih bisa dilihat. Wayang Beber yang asli ini
bisa dilihat di Daerah Pacitan, Donorojo, wayang ini dipegang oleh seseorang yang
secara turun-temurun dipercaya memeliharanya dan tidak akan dipegang oleh orang
dari keturunan yang berbeda karena mereka percaya bahwa itu sebuah amanat luhur
yang harus dipelihara.
3. Mamanda
Teater Tradisional Mamanda berasal
dari Banjarmasin, Kalimantan Selatan. Tahun 1897, datanglah rombongan Bangsawan
Malaka ke Banjar Masin, yang ceritanya bersumber dari syair Abdoel Moeloek.
Meskipun masyarakat Banjar sudah mengenal wayang, topeng, joget, Hadrah, Rudat,
Japin, tapi rombongan Bangsawan ini mendapat tempat tersendiri di masyarakat.
Pada perkembangannya nama Bangsawan merubah menjadi Badamuluk. Dan berkembang
lagi menjadi Bamanda atau mamanda. Kata Mamanda berasal dari kata “mama”
berarti paman atau pakcik dan “nda” berarti “yang terhormat”. Mamanda berarti
“Paman yang terhormat”. Struktur dan perwatakan pada tontonan Mamanda sampai
sekarang tidak berubah. Yang berubah hanyalah tata busana, tata musik dan
ekspresi artistiknya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar