Hubungan
Filologi Dengan Ilmu-ilmu Lain
Untuk mengarap sebuah naskah, ahli
filologi tentunya memerlukan ilmi bantu. Ilmu bantu dalam filologi mempunyai
hubungan secara timbal balik dan saling membutuhkan. Filologi dalam
pengkajiannya tidak bisa terlepas dari ilmu-ilmu bantu lain, begitupun ilmu-ilmu
yang menjadikan naskah-naskah kuno sebagai sumber yang nominan dalam menentukan
sebuah teori juga tidak lepas hubungannya dengan filologi.
A. Ilmu Bantu Filologi
Objek
kajian paling utama filologi adalah naskah-naskah yang mengandung teks sastra
lama atau sastra tradisional, yaitu satra yang di hasilkan masyarakat yang
masih dalam keadaan tradisional, masyarakat yang belum memperhatikan pengaruh
Barat secara intensif. Satra yang demikian ini mempunyaihubungan erat dengan
masyarakat yang menghasilkannya. Dengan demikan, pengatahuantentang masyarakat
zaman lampau, masyarakat yang menghasilkan sastra tradisional itu,merupakan
syarat mutlak untuk memahaminya. Filologi memerlukan ilmu bantu yang
berhubungan erat dengan bahasa, masyarakat serta budaya yang melahirkan naskah,
dan ilmu sastra yang mengungkapkan nilai-nilai sastra yang terkandung di
dalamnya. Dengan demikian untuk menangani naskah dengan baik ahli filologi
memerlukan ilmu bantu antara lain: linguistik, pengetahuan bahasa-bahasa yang
mempengaruhi bahasa teks, ilmu sastra, ilmu agama, sejarah kebudayaan,
antropologi, foklor, dan paleografi. Di bawah ini ilmu-ilmu bantu yang dimaksud
akan diuraikan secara singkat .
a. Linguistik
Linguistik adalalah
ilmu tentang bahasa; penyelidikan bahasa secara ilmiah (Kridalaksana.2008:144).
Hubungan filologi dan linguistik tercermin dari objekkajiannya, bahasa. Manakala filologi mencari makna dari suatu teks yang pada dasarnya adalah bahasa maka filologi
membutuhkan linguistik sebagai upaya untuk memaknai bahasa kuno dengan berbagai
keunikannya.
Dalam linguistik ada
beberapa cabang ilmu yang dipandang dapat membantu filologi, anatra lain:
Etimologi (etymology) : penyelidikan mengenai
asal-usul kata serta perubahan-perubahannya dalam bentuk dan makna.
Sosiolinguistik (sociolinguistics) : cabang linguistik
yang mempelajari hubungsn dan saling pengaruh antara perilaku bahasa dan
perilaku sosial.
Stilistika (stylistics) : cabang linguistik yang
menyelidiki bahasa sastra, khususnya gaya bahasa.
b. Pengetahuan
Bahasa-bahasa yang Mempengaruhi Bahasa Teks
Bahasa yang mempengaruhi bahasa-bahasa naskah
Nusantara, di antaranya: bahasa Sansekerta, Tamil, Arab, Persi, dan bahasa
daerah yang serumpun dengan bahasa naskah. Dalam bidang ini, seorang filolog
harus mampu menguasai atau mengetahui bahasa-bahasa yang sering terdapat dalam
naskah kuno yang dapat mempengaruhi suatu teks. Misalnya dalam sebuah naskah
kuno dalam ranah Nusantara yang banyak dipengaruhi oleh bahasa asing. Terutama
adalah bahasa Sansekerta dan Arab. Kedua bahasa ini akan
memudahkan seorang filolog untuk menguraikan makna suatu naskah nusantara.
Misalnya bahasa Sansekerta yang banyak dijumpai
dalam naskah cerita fiksi atau berupa epik Ramayana, mahabarata, dan Sang
Hyang Kamahayanikan. Sedang dalam bahasa arab akan kita temui dalam
karya melayu kuno seperti karangan Hamzah Fanzuri, Nuruddin Arraniri, Abdurauf
Asssingkeli dan lain-lain. Dalam karya ini, mereka menggunakan bahasa Arab yang
menguraikan banyak hal mengenai agama Islam yang memiliki bentuk tanpa syakal
atau berharokat.
c.
Ilmu Sastra
Naskah kuno yang berkembang di Nusantara kebanyakan mengandung teks sastra,
teks yang berisi cerita fiksi. Untuk mengkaji teks tersebut filologi memerlukan
metode pendekatan sesuai objeknya, yaitu metode pendekatan ilmu sastra.
Untuk itu, pendekatan yang dirasa baik dan tepat adalah 4 pendekatan milik
Abrams (1953) oleh Teeuw (1980) yang dianggap oleh Wellek dan Waren sebagai 3
pendekatan ekstrinsik dan 1 pendikatan intrinsik.
1)
Pendekatan mimetik,
menonjolkan aspek-aspek referensi, acuan karya sastra, dan kaitannya dengan
dunia nyata.
2)
Pendekatan pragmatik,
menonjolkan pengaruh karya sastra terhadap pembaca/pendengarnya.
3)
Pendekatan ekspresif,
menonjolkan karya sastra sebagai penciptanya.
4)
Pendekatan objektif,
menonjolkan karya sebagai struktur otonom, lepas dari latar belakang sejarahnya
dan dari serta niat penulisnya.
Akan tetapi, para
sastrawan modern mendapati suatu pendekatan yang disebut pendekatan
represif. Pendekatan ini lebih menonjolkan seberapa besar tanggapan pembaca
terhadap karya yang ada.
d.
Ilmu Agama
Selain ilmu sastra atau linguistik yang diperlukan dalam memaknai
sebuah teks, seorang filolog pula harus mengetahui seluk-beluk tentang agama
yang ada di nusantara. Seperti Hindu, Budha dan Islam. Mengingat ketiga agama
ini banyak mempengaruhi budaya nusantara. Dalam masalah ilmu bantu yang satu
ini diharapkan seorang filolog dapat mengkoneksikan hubungan antara pengaruh
agama dalam sebuah naskah seperti yang tercitra dalam naskah Brahmadapura
dan agastyaparwa
untuk ajaran Hindu. Sang Hyang
Kamahayanikan dan Kunjarakarna
untuk ajaran Budha.
Lebih lanjut, Dari sejumlah 5.000 naskah Melayu yang
telah berhasil dicatat oleh Ismail Hussein dari perpustakaan dan museum
berbagai Negara yang terdiri dari 800 judul, 300 judul diantaranya berupa
karya-karya dalam bidang ketuhanan (Baried, 1994:23). Dalam pernyataan ini menandakan bahwa ilmu
tentang agama memiliki peran penting dalam pengkajian filologi yang nantinya
dapat memberikan kontribusi terhadap pemecahan isi dari suatu naskah.
e.
Sejarah Kebudayaan
Dalam pengkajian secara historis terhadap karya-karya
lama diperlukan pengetahuan sejarah kebudayaan. Lewat sejarah kebudayaan dapat
diketahui pertumbuhan dan perkembangan unsur budaya suatu bangsa. Kita mempelajari
kebudayan suatu masyarakat untuk mengetahui seberapa jauh pemahaman masyarakat
pada waktu itu dalam menuliskan pemikirannya dalam sebuah karya tulisan (
naskah ).
f. Antropologi
Secara singkat disebutkan bahwa antropologi ialah
penyelidikan terhadap manusia dan kehidupannya (Partanto, 2001:44). Dari
pengertian yang ada, maka dapat dikaitkan dengan filologi bahwa kehidupan manusia tidak bisa lepas dari
adanya kebudayaan dan filologi mengkaji salah satu budaya dari manusia yang
berbentuk naskah. Dalam hal ini, antropologi lebih menekankan penelitian
bagaimana manusia menyikapi naskah yang telah ada dari zaman dahulu hingga
sekarang.
g.
Folklor
Folklor merupakan ilmu yang relatif masih baru karena
semula dipandang sebagian dari ilmu antropologi. Unsur-unsur budaya yang
terangkum dalam folklor dapat digolongkan menjadi dua yaitu unsur budaya yang
materinya bersifat lisan dan golongan budaya yang materinya bersifar
upacara-upacara. Yang termasuk golongan pertama yaitu mitologi, legenda, cerita
asal usul, dongeng, mantera, teka-teki, dan lain sebagainya. Sedangkan yang
termasuk golongan yang kedua yaitu upacara yang mengiring kelahiran,
perkawinan, kematian. Yang paling erat kaitannya dengan filologi yaitu golongan
pertama yang termasuk sastra lisan, terutama sastra lisan yang berupa cerita
rakyat. Folklor sangat erat kaitannya dengan filologi karena banyak teks lama
yang menceritakan unsur-unsur folklor, misalnya teks yang termasuk jenis sastra
sejarah atau babad.
h. Paleografi
Ilmu yang mempelajari tentang macam-macam tulisan
kuno.[1] Filologi tidak hanya membahas tulisan
yang berupa naskah, tetapi filologi juga membahas tulisan yang berada di
benda-benda lainnya seperti makam, prasasti, dan uang logam. Dalam pengkajian
filologi, seorang filolog di harus mengetahui dan mengerti akan macam-macam dan
betuk tulisan kuno yang berkembang saat itu.
Paleografi biasanya bertujuan untuk :
·
Mengalihbahasakan
naskah bertulisan kuno, supaya dapat dibaca oleh masyarakat umum.
·
Menerjemahkan tulisan
kuno ke bahasa yang dapat orang memahaminya.
·
Mengkronologikan dan
mengelampokan benda-benda bersejarah pada tempatnya.
B.
Filologi sebagai Ilmu
Bantu Bagi Ilmu-Ilmu Lain
Dari pembicaran dalam
bab-bab yang lau dapat diketahui bahwa objek filologi ialahterutama teks atau
naskah lama, sedangkan hasil kegiatannya antara lain, berupa suntingannaskah .
ada beberapa macam suntingan , menurut metode yang digunakan, misalnya suntingan
diplomatis, fotografis, populer atau ilmiah. Suntingan naskah biasanya
disertaicatatan berupa aparat kritik , kajian bahasa naskah, singkatan isi
naskah, bahasa teks, danterjemahan teks kedalam bahasa nasional apabila teks
dalam bahasa daerah dan kedalambahasa internasional apabila suntingan disajikan
untuk dunia internasiaonal.
a. Filologi Sebagai Ilmu Bantu Linguistik
Untuk penelitian linguistik, ahli linguistik memerlukan suntingan
naskah-naskah lama hasil kerja filolog dan mungkin juga membutuhkan hasil
kajian bahasa teks lama oleh ahli filologi. Dari hasil kerja para filolog
inilah para ahli linguistik menggali dan menganalisis seluk beluk bahasa-bahasa
tulis yang pada umumnya telah berbeda dengan bahasa sehari-hari. Hasil kajian
linguis ini kelak akan dimanfaatkan oleh filolog. Dengan demikian terdapat
hubungan timbal balik antara filologi dan linguistik.
b. Filologi Sebagai Ilmu Bantu Ilmu Sastra
Diatas tadi telah dijelaskan bahwa karya nusantara
sangatlah banyak dan sebagian besar dari karya yang lahir merupakan karya sastra
kuno atau tradisional. Dari karya yang ada, filologi berperan untuk menelaah
lebih dalam tentang kandungan karya tersebut dan mengelompokkannya dalam
sub-bagian yang mempermudah khalayak untuk membacanya. Dari hal tersebut, para
sastrawan yang mumpuni saat ini menggunakannya untuk menyusun sebuah sejarah
sastra atau teori sastra.
c.
Filologi Sebagai Ilmu
Bantu Sejarah Kebudayaan
Selain
mengumpulkan naskah lama, memelihara, dan menyuntingnya, filologi banyak
mengungkapka khasanah warisan nenek moyang. Misalnya kepercayaan, adat
istiadat, kesenian, dan lain sebagainya. Melalui pembacaan naskah lama dapat
diketahui penyebutan atau pemberitahuan adanya unsurr-unsur budaya yang
sekarang telah punah.
Hal-hal yang
telah disebutkan di atas merupakan bahan yang sangat berguna untuk penyusunan
sejarah kebudayaan. Itulah manfaat filologi bagi sejarah kebudayaan.
d.
Filologi Sebagai Ilmu Bantu Hukum Adat
Manfaat
filologi bagi ilmu hukum adat yaitu dalam hal penyediaan teks. Banyak naskah
nusantara yang merekam adat istiadat. Ada juga khasnah sastra nusantara berisi
tentang hukum. Dalam kehidupan masyarakat melayu sering disebut sebagai
undang-undang, sedangkan di jawa disebut angger-angger. Undang-undang yang
dimaksud berbeda dengan arti sekarang. Undang-undang pada masyarakat melayu
sebenarnya merupakan adat yang terbentuk dalam masyarakat selama peredaran
masa, bukan peraturan yang seluruhnya dibuat oleh raja sebagai penguasa.
Penulisannya baru dilakukan kemudian dirasakan betapa perlunya kepastian
peraturan hukum oleh raja. Atau setelah ada pengaruh dunia barat. Contoh
undang-undang dalam sastra melayu yaitu Undang-Undang Negeri Malaka,
Undang-Undang Minang Kabau. Dalam sastra jawa yaitu Raja Niti, Panitia Raja,
Kapa-Kapa, dan sebagainya. Tersedianya teks-teks semacam itu sangat berguna
bagi ilmu adat.
e.
Filologi Sebagai Ilmu Bantu Sejarah Perkembangan Agama
Banyak naskah-naskah kuno yang
mengandung unsur keagamaan yang mewarnai khasanah naskah yang ada di nusantara
ini. Seperti dalam naskah kuno jawa yang dipengaruhi oleh unsur-unsur agama
Hindu dan Budha. Sedangkan naskah-naskah melayu, banyak diwarnai oleh agama
Islam. Pengaruh sastra Islam dalam sastra jawa baru pada umumnya melalui sastra
Melayu.
Suntingan naskah terutama naskah yang mengandung teks
keagamaan atau sastra kitab dan hasil pembahasan kandungannya akan menjadi
bahan penulisan perkembangan agama yang sangat berguna. Dari teks-teks semacam
itu akan diperoleh gambaran yang berupa perwujudan penghayatan agama,
percampuran agama Hindu, Budha, dan Islam dengan kepercayaan yang hidup di
masyarakat nusantara. Permasalahan aliran-aliran agama yang masuk ke nusantara.
Gambaran tersebut merupakan permasalahan yang ditangani oleh ilmu sejarah
perkembangan agama. Dengan demikian, penanganan naskah sastra kitab secara
filologi akan sangat bermanfaat bagi ilmu sejarah perkembangan agama.
f.
Filologi Sebagai Ilmu Bantu Ilmu Filsafat
Subagio Sastrowardoyo (1983) telah
mencoba mengangkat pemikiran filsafati dalam sastra hikayat sebagai berikut.
Teks-teks sastra hikayat banyak mengandung nasihat dan pepatah yang menandakan
bahwa sastra merupakan penjaga keselamatan moralitasyang dijunjung oleh
masyarakat pada umumnya. Moralitas yang demikian bersumber pada keyakinan yang
bersifat filsafat atau pemikiran keagamaan. Lukisan tokoh-tokoh dalam hikayat
yang pada umumnya berupa tokoh baik dan tokoh jahat mencerminkan filsafat yang berdasarkan
pandangan hidup sederhana, yakni bahwa hidup ini pada intinya seperti peperangan
antara yang baik dan yang buruk, yang menurut moralitas umum berakhir dalam kemenangan
di pihak yang baik. Dalam sastra tradisional, moralitas ini berlaku secara
mutlak meskipun di sana sini ada kecualian.Menurut Al-Attas (1972:67)
naskah naskah yang berisi tasawuf mengandung filsafat yang meliputi aspek-aspek
ontology, kosmologi, dan psikologi. Ilmu tasawuf dipandangnya sebagai filsafat
islam yang sejati (1972:19). Naskah - naskah yang mengandung filsafat dalam naskah
Nusantara jumlahnya cukup banyak, terutama dalam sastra Melayu dan Jawa.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar