Jumat, 15 September 2017

REVIEW ARTIKEL ANALISIS CERPEN “PEMBALASAN” KARYA TASLIM NASRIN DALAM KAJIAN FEMINISME MULTIKULTURAL

Nama kelompok :
Rafida Azzundhani   13010114120046
Asa Fiqhia                  13010114120051
Muwafikoh                13010114120046
Devi Ayu Anggraeni              13010114130065
Gita Puspita Sari        13010114130065





REVIEW ARTIKEL ANALISIS CERPEN “PEMBALASAN” KARYA TASLIM NASRIN DALAM KAJIAN FEMINISME MULTIKULTURAL

Analisis cerpen pembalasan dalam kajian feminisme multikultural tersebut kurang sesuai karena fokus analisis adalah pada potret kekerasan ganda yang  dialami oleh seorang perempuan di Bangladesh. Padahal dalam buku Feminist Thought, feminis multikultural lebih menekankan perbedaan dilihat dari sudut ras. Tong memilih ras bukan karena ras dan kelas selalu merupakan perhatian utama Amerika dibandingkan dengan seksual dan umur. Namun dalam artikel ini penulis tidak membahas perbedaan ras dalam cerpen tersebut. Penulis cenderung menekankan pada kekerasan fisik dan seksual yang dialami oleh tokoh dalam cerpen tersebut. Seperti yang tergambar dalam kutipan berikut,
“Uraian  di  atas  mengungkapkan  bahwa  kekerasan  terhadap  perempuan  telah terjadi. Pertama, kekerasan  yang dialami Maya  oleh sekelompok orang.  Bahkan  yang dialami  Maya  bukan  hanya  kekerasan  fisik  atau  seksual,  di  mana  keberadaa nya  juga tidak diketahui, apakah  ia  masih  hidup atau  mati.  Artinya, jiwanya terancam.   Kedua, kekerasan  yang dialami oleh Shamima  yang  terungkap  jelas  yaitu kekerasan  fisik dan seksual.”
          Terlihat berdasarkan uraian serta kesimpulan yang dibuat oleh penulis bahwa analisis penulis lebih menekankan pada kekerasan yang terjadi pada tokoh-tokoh perempuan dalam cerpen tersebut. Padahal penindasan jender merupakan fokus dari feminisme psikoanalisis dan feminisme radikal. Pandangan khas feminisme psikoanalisis menyebutkan bahwa perempuan hanya terkadang menentang akan tetapi lebih sering menyetujui penindasan atas dirinya. Sementara itu feminisme radikal memfokuskan perhatiannya pada jender, seks, dan reproduksi. Jadi analisis dalam artikel ini lebih tepat jika dalam kaijan feminisme psikoanalisis ataupun feminisme radikal.
          Pada awal pembahasan penulis sedikit membahas mengenai perbedaan kelas sosial yang membuat tokoh diperlakukan berbeda. Seperti dalam kutipan berikut,
 “Dalam cerpen ini tokoh perempuan yang menjadi korban kekerasan adalah Maya dan  Shamima.  Maya  dan  Shamima  berasal  dari  latar  belakang  yang  berbeda.  Secara sosial  Maya  digambarkan  dari  lingkungan  yang  lebih  baik  dari  pada  Shamima  yang nampak  dari  gambaran  pekerjaan  yang  mereka  alami.  Tentang  Maya  tidak  banyak diceritakan secara eksplisit. Maya hanya dikenalkan lewat tokoh utama cerita ini yang tidak lain adalah kakak Maya  yang bernama Suranjan. Sedangkan Shamima diceritakan berprofesi  sebagai  pelacur.  Maya  dari  keluarga  yang  menganut  agama  Hindu  dan Shamima  dari  keluarga  penganut  agama  Islam.    Kekerasan  yang  mereka  alami tampaknya  tidak terlepas  dari latar belakang  keyakinan  yang  mereka anut.”
          Tokoh dalam cerpen tersebut mendapatkan perlakuan yang berbeda dari masyarakat akibat kelas sosial serta profesi yang berbeda. Dalam cerpen ini juga menjelaskan perbedaan agama yang begitu jelas serta menggambarkan perempuan sebagai symbol dari suatu agama atau komunitas tersebut.
          Analisis tersebut mungkin dapat masuk kedalam konsep atau pemikiran feminisme multikultural bahwa inti teori ini adalah mendukung keberagaman yang ada di masyarakat. Amerika Serikat sendiri sebenarnya memiliki prinsip ide e pluribus unum yang berarti "berbeda tapi tetap satu". Feminisme multikultural sendiri memiliki arti menyamaratakan kaum perempuan dengan perempuan lainnya pada khususnya dan dengan laki-laki pada umumnya dalam satu cakupan negara atau wilayah.

          Analisis yang dapat masuk pula dalam feminisme multikultural adalah mengenai sesuatu yang mengopresikan perempuan, misalnya dari segi perbedaan agama. Dalam feminisme multikultiral tidak memandang adanya perbedaan apapun. Secara tegas pencerita mengungkapkan kesadaran akan beda keyakinan dalam cerpen tersebut. Prasangka agama nampak jelas  dalam ungkapan tokoh-tokohnya. Dalam cerpen tersebut pencerita mengungkapkan kekecewaan yang dirasakan oleh tokoh Suranjan atas apa yang telah terjadi pada adiknya, Maya. Sehingga ia ingin membalaskan dendan kepada seorang perempuan yang berasal dari beda agama. Dalam analisis cerpen itu disebutkan, perempuan bisa jadi korban opresi bukan karena ia semata-mata seorang perempuan, tetapi karena ia berasal dari komunitas beda agama.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar