Jumat, 15 September 2017

Masalah Naskah – Teks

Gita Puspitasari
13010114130067
Sastra Indonesia, SMT 1
Kelompok B

Filologi berusaha mengungkapkan hasil budaya suatu bangsa melalui kajian bahasa pada peninggalan dalam bentuk tulisan. Berita tentang hasil budaya yang diungkapkan oleh teks klasik dapat dibaca dalam peninggalan berupa tulisan yang disebut naskah. Dalam filologi, teks menunjukan pengertian sebagai suatu yang bastrak, sedangkan naskah merupakan sesuatu yang konkrit. Oleh karena itu, pemahaman terhadap teks klasik hanya dapat dilakukan lewat naskah yang merupakan alat penyimpanannya. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa filologi mempunyai objek dan sasaran kerja berupa naskah dan teks.
Objek kajian filologi ini, yaitu naskah beserta seluk beluknya dan teks beserta seluk beluknya akan  diuraikan pada bagian ini sebagai berikut:
Masalah Naskah – Teks
A.    Naskah
1.      Pengertian Naskah
Edwar Jamaris dalam bukunya mengungkapkan bahwa naskah adalah semua bahan tulisan tangan peninggalan nenek moyang kita pada kertas, lontar, kulit kayu, dan rotan.
Dalam bahasa latin, naskah disebut codex, dalam bahasa Inggris naskah disebut manuscript, dan dalam bahasa Belanda disebut handscrift.
Menurut Elis dalam bukunya menyebutkan bahwa yang disebut naskah ‘hanscrift’ dengan singkatan hs untuk tunggal, dan hss untuk jamak; manuscrift dengan singkatan ms untuk tunggal, dan mss untuk jamak. Dengan demikian naskah merupakan benda konkrit yang dapat dilihat atau dipegang, sedangkan yang dimaksud dengan teks ialah kandungan atau isi dari naskah yang bersifat abstrak yang hanya dapat dibayangkan saja.
Jadi semakin jelas bahwa naskah merupakan sesuatu yang kongkrit. Artinya naskah berbentuk benda konkrit yang dapat terlihat secara nyata dan dapat dipegang.
Ilmu yang khusus mempelajari naskah disebut kodikologi. Kodikologi merupakan ilmu bagian dari filologi. Jika filologi mengkaji naskah dan teks, maka kodikologi kajiannya lebih sempit, yaitu hanya membahas naskah.
2.      Perbedaan Naskah dengan Prasasti
Ketika mengunjungi museum, biasanya kita mendapati atau melihat batu-batu peninggalan nenek moyang atau biasa disebut prasasti. Pada batu-batu itu biasanya terdapat tulisan-tulisan yang menggunakan aksara kuno. Sekilas kita bias saja menganggap itu merupakan jenis naskah karena terdapat tulisan-tulisan itu. Tetapi hal itu tidak benar, karena batu yang memiliki tulisan disebut piagam , batu tersurat atau inskripsi.
Ilmu yang mempelajarinya pun berbeda dengan ilmu yang mempelajari naskah. Ilmu yang mempelajari tulisan pada batu disebut epigrafi. Epigrafi merupakan bagian dari ilmu arkeologi. Sedangkan ilmu yang mempelajari naskah adalah filologi.
Ada beberapa perbedaan antara naskah dengan prasasti. Baik naskah maupun prasasti, kedua-duanya ditulis dengan tangan. Antara kedua-keduanya dapat dicatat beberapa perbedaan, yaitu:
1.      Naskah pada umumnya berupa buku atau bahan tulisan tangan. Prasasti berupa tulisan tangan pada batu (andesit, berporus, batu putih), batu bata, logam (emas, perak, tembaga), gerabah, marmer, kayu dan lontar.
2.      Naskah pada umumnya panjang, karena memuat cerita lengkap. Prasasti pada umumnya pendek, karena hanya memuat soal-soal yang ringkas saja, misalnya pemberitahuan resmi mengenai pendirian bangunan suci, doa’doa suci penolak rintangan karma dan segala kejahatan, ketentuan, dan penyelesaian hokum, asal-usul raja dari dewa, (Airlangga dari dewa Wisnu dalam prasasti Kalkuta), asal-usul suatu dinasti, atau ada kalanya hanya memuat nama orang atau nama jabatan saja.
3.      Naskah pada umumnya anonim dan tidak berangka tahun, sedangkan prasasti sering menyebut nama penulisnya dan adakalanya juga memuat angka tahun yang ditulis dengan angka atau sengkalan (candrasangkala).
4.      Naskah berjumlah banyak, karena disalin. Sedangkan prasasti tidak disalin-salin sehingga jumlahnya relative sedikit atau hanya kurang-lebih 500 buah prasasti.
5.      Naskah yang paling tua Tjandra Kirana  (dalam bahasa Jawa Kuna) berasal kira-kira dari abad ke-8, sedangkan prasasti yang paling tua berasal kira-kira dari abad ke-4 (prasasti Kutai).
3. Kodikologi
Yang dimaksud dengan kodikologi adalah ilmu kodeks. Kodeks itu sendiri merupakan bahan tulisan tangan, atau menurut The new Oxford Dictionary (1982); manuscrift volume, eps. Of ancient texts gulungan atau buku tulisan tangan, terutama dari teks-teks klasik. Kodikologi mempelajari seluk beluk atau semua aspek naskah, anatara lain: bahan, umur, tempat penulisan, dan perkiraan penulisan naskah.
            Setelah seni cetak ditemukan, kodeks berubah arti menjadi buku tertulis. Kodeks pada hakikatnya berbeda dengan naskah. Kodeks adalah buku yang tersedia untuk umum yang hampir selalu didahului oleh sebuah naskah. Kodeks mempunyai nilai dan fungsi yang sama dengan buku tercetak sekarang.

            Melalui skema dapat digambarkan:
   Konsep

Teks bersih (naskah)

Kodeks

Konsep

Teks bersih

Cetakan
Teks bersih yang ditulis pengarang disebut otograf, sedangkan salinan bersih pleh orang-orang lain disebut apografi.
Sebagaimana yang dikutip oleh Mulyani yang kemudian dikutip lagi oleh Nabilah kodikologi (codicologie) dipelopori oleh seorang ahli bahasa Yunani. Alphonse Dain, dalam kuliah-kuliahnya di Ecole Normale Superienre Paris pada bulan februari 1994. Istilah ini baru dikenal pada tahun 1949 ketika karyanya Les Manuscript diterbitkan untuk pertama kalinya pada tahun yang sama. Dain sendiri menjelaskan bahwa kodikologi adalah ilmu mengenai naskah-naskah dan bukan ilmu yang mempelajari apa yang tertulis didalam naskah.
Tugas atau ruang lingkup kodikologi antara lain ialah sejarah naskah, sejarah koleksi naskah, penelitian tempat naskah-naskah yang sebenarnya, masalah penyusunan katalog, penyusunan daftar katalog, perdagangan naskah, dan penggunaan naskah.
4.      Bahan Naskah
Beberapa ratus abad silam teknologi masih sangat sederhana, tidak secanggih seperti sekarang. Sekarang kita bisa menulis dengan mudah karena banyak sekali alat dan bahannya. Kita bisa menulis menggunakan bahan kertas, computer, ataupun menggunakan alat yang lebih canggih lainnya.
Tetapi sangat bertolak belakang dengan nenek moyang kita dimasa lampau. Untuk menuangkan ide pada tulisan, mereka menggunakan bahan-bahan yang apabila kita gunakan saat ini maka kita akan merasa kesulitan untuk melakukannya. Walaupun pada zaman dahulu sudah ada yang menggunakan kertas, tetapi jumlahnya masih sedikit. Karena hanya negara-negara tertentu yang sudah bisa menghasilkan kertas, sehingga untuk mendapatkan kertas harus terlebih dahulu mengimpor dari negara lain.
Kertas merupakan salah satu kemajuan peradaban umat manusia, semua sumner sejarah memastikan bahwa kertas merupakan ciptaan seorang Cina bernama T’sai Lun, seorang menteri pada zaman pemerintahan Kaisar Wu Di dari dinasti Han pada tahun 105 M. dia menggunakan materi dasar yang lebih murah  dalam pembuatan kertas, seperti ampas buram, kapas, kulit tanaman, bekas jala yang using, dan sebagainya. Sehingga merupakan sebuah penemuan yang sangat berarti dalam sejarah. Sebelumnya kertas dibuat dari percak potongan sutra yang direndam lalu dijadikan sebagai adonan, lalu digiling dan diratakan untuk dipakai sebahai tulisan. Disamping mahal, kertas sutra itu tidak tahan lama.
Kertas Cina penemuan T’sai Lun mulai diproduksi didaerah Hunan sekitar 500 km utara Canton dan meluas penggunaannya di negeri Cina, kemudian di Korean dan di Jepang pada abad ke-7,  kemudian menuju ke Amerika kecil, Persia, dan negara-negara Timur Tengah sesuai dengan jalur perdagangan kafilah-kafilah.
Adapun pembuatan kertas di dunia islam terjadi ketika pada abad ke 8 Masehi terjadi peperangan antara pasukan Cina dan seorang Gubernur muslim bernama Ziad Bin Shaleh di Samarkand. Akibatnya sejumlah orang Cina ditawan dalam peperangan yang dimenangkan oleh pasukan muslim Samarkand. Diantara tawanan yang berjumlah 20.000itu terdapat orang-orang yang ahli dalam pembuatan kertas Cina, yang kemudian menjadi komoditi penting untuk di ekspor ke negara-negara lain. termasuk Eropa. Kertas yang paling tertua produksi Samarkand , yang dikenal dengan kertas Khurasan.
Bangsa Arab mengembangkan industry kertas dan makin baik kualitasnya. Pada abad ke 14 H, makin banyak pabrik yang tersebar di pusat-pusat pengembangan keislaman seperti di Damaskus, Telris, Kairo, dan Maroko serta Spanyol.
Adapun bahan-bahan yang digunakan untuk menuliskan naskah  selain kertas pada masa lampau antara lain adalah, lontar, kulit kayu dan rotan.
Di Indonesia, bahan naskah untuk Jawa kuna sebagai mana disebutkan oleh Zoetmulder (Kalangwang, 1974) yang dikutip oleh Elis Suryani  adalah karas, semacam papan atau batu tulis yang diduga oleh Robson hanya di pakai untuk sementara; Naskah Jawa memakai lontar (ron tal ‘daun tal’ _atau daun siwalan), dan daluwang, yaitu kertas Jawa dari kulit kayu, bambu, dan rotan. Sedangkan naskah Sunda memakai lontar, saeh, daluang, dan kertas, kertas Eropa yang didatangkan dari Eropa menggantikan dluang karena kualitasnya lebih baik untuk naskah Indonesia.
5.      Tempat Penyimpanan Naskah
Tempat penyimpanan naskah Nusantara tersebar disebagian daerah di Indonesia, ada juga yang tersimpan di Mancanegara. Naskah biasanya disimpan diberbagai katalog di perpusatakaan dan museum yang terdapat diberbagai negara. Kecuali di Indonesia, naskah-naskah teks nusantara pada saat ini sebagian tersimpan di museum-museum di 26 negara, yaitu di Malaysia, Singapura, Brunei, Srilangka, Thailand, Mesir, Inggris, Jerman Timur, Rusia, Austria, Hongaria, Swedia, Afrika Selatan, Belanda, Irlandia, Amerika Serikat, Swis, Denmark, Norwegia, Polandia, Cekoslowakia, Spanyol, Italia, Perancis, dan Belgia. Sebagian naskah lainnya masih tersimpan dalam koleksi perseorangan, misalnya naskah Melayu, Aceh, Jawa, dan Sunda.

B.     Teks
Teks merupakan salah satu dari objek kajian filologi. Untuk lebih jelasknya akan dibahas pengertian teks dan seluk beluknya sebagai berikut:
1.      Pengertian Teks
Objek kajian filologi selain naskah adalah teks. Teks adalah isi yang terkandung dalam naskah. Teks terdiri atas dua bagian, yaitu isi dan bentuk. Didalam isi terkandung ide tau amanat yang ingin disampaikan oleh pengarang atau penulis kepada pembaca. Sedangkan bentuk berisi muatan cerita yang hendak dibaca dan dipelajari menurut berbagai pendekatan.
Nabilah dalam bukunya mengungkapkan bahwa teks adalah bagian utama sebuah naskah atau buku, tidak termasuk didalamnya catatan kaki, lampiran, bibliografi, indeks dan sebagainya.
Penelitian filologi yang berfokus pada teks disebut kritik teks (textual criticsm) atau tekstologi (textologi). Sedangkan penelitian yang berfokus pada naskahnya atau bahan yang digunakan untuk menuliskan teks itu disebut kodekologi.

2.      Tekstologi
Tektologi adalah ilmu yang mempelajari seluk beluk teks, yang antara lain meneliti penjelmaan dan penurunan teks sebuah karya sastra, penafsiran, dan pemahamannya. Sebagai pegangan yang berguna sekali adalah sepuluh prinsip Lichacev  untuk penelitian tekstologi karya-karya monumental sastra lama Rusia. Dalam ruang lingkup terbatas, prinsip-prinsip tersebut hanyalah disebutkan saja tanpa keterangan lebih lanjut.
a.      Tekstologi adalah ilmu pengetahuan yang menyelidiki sejarah teks suatu karya sastra. Salah satu diantara penerapannya yang praktis adalah edisi ilmiah yang bersangkutan.
b.      Penelitian teks harus didahulukan dari penyuntingannya.
c.       Edisi teks harus menggambarkan sejarahnya.
d.     Tidak ada kenyataan tekstologi tanpa penjelasannya.
e.      Secara metodis perubahan yang diadakan secara sadar dalam sebuah teks (perubahan ideologis, artistik, psikologis, dan lain-lain) harus didahulukan daripada perubahan mekanis, misalnya kekeliruan tidak sadar oleh seorang penyalin.
f.        Teks harus diteliti sebagai keseluruhan (prinsip kekompleksan pada penelitian teks). Bahan-bahan yang mengiringi sebuah teks (dalam naskah ) harus diikut sertakan  dalam penelitian.
g.      Perlu diteliti pemantauan sejarah teks sebuah karya dalam teks-teks dan monument sastra lain.
h.      Pekerjaan seorang penyalin dan kegiatan skriptoria-skriptoria (sanggar penelitian/ penyalinan ; biara, madrasah) tertentu harus diteliti secara menyeluruh.
i.        Rekonstruksi teks tidak dapat menggantikan teks yang diturunkan dalam naskah-naskah. (Baried, 1985: 57).
3.      Terjadinya Teks
Berkaitan dengan masalah teks, jarang ada teks yang bentuk aslinya atau bentuk sempurnanya sekaligus jelas dan tersedia. Menurut de Haan (dalam Baried, 1985: 57-58), mengenai terjadinya teks ada beberapa kemungkinan:
1.      Aslinya hanya ada dalam ingatan pengarang atau pengelola cerita. Turun temurun secara terpisah, yang satu dari lain melalui dikte, apabila orang ingin memiliki teks itu sendiri. Tiap kali teks diturunkan dapat terjadi variasi. Perbedaan teks adalah bukti bukti pelaksanaan penurunan dan perkembangan cerita sepanjang hidup pengarang.
2.      Aslinya teks tertulis, yang lebih kurang merupakan kerangka yang masih memungkinkan atau memerlukan kebebasan seni. Dalam hal ini, ada kemungkinan bahwa aslinya disalin begitu saja dengan tambahan seperlunya. Kemungkinan lain ialah aslinya disalin, dipinjam, diwarisi, atau dicuri, terjadilah cabang tradisi kedua atau ketiga, disamping yang telah ada karena varian-varian membawa cerita dimasukan.
3.      Aslinya merupakan teks yang tidak mengizinkan kebebasan dalam pembawaanya, karena pengarang telah menentukan pilihan kata, urutan-urutan kata, dan komposisi untuk memenuhi maksud tertentu yang ketat dalam bentuk literature itu.
4.      Isi Teks
Isi naskah pada teks sangat beragam. Ada yang sebetulnya tidak dapat digolongkan pada karya sastra, seperti undang-undang, adat-istiadat, cara-cara membuat obat, dan cara-cara membuat rumah. Sebagian besar isi naskah dapat digolongkan dalam pengertian khusus, seperti cerita-cerita dongeng, legenda, pantun, syair, dan gurindam. Itulah sebabnya pengertian filologi diidentikan dengan sastra lama.
5.      Aksara,   Bahasa, dan bentuk  teks
Keberagaman naskah tidak hanya dari segi isinya, tetapi juga dari segi aksara, bahasa dan bentuknya. Naskah nusantara ditulis dalam berbagai aksara, ada aksara Bali, Jawa, Sunda, Jawi (Arab-Melayu), Pegon, Bugis, Makasar, Karo, Mandailing, Rejang, Toba, Lampung, dan Kerinci.
Demikian pula bahasa yang digunakan. Naskah Nusantara ditulis dalam berbagai bahasa daerah seperti bahasa Jawa, Sunda, Melayu, Aceh, Batak, Minangkabau, Bugis, makasar, Banjar, dan Wolio.
Dari segi bentuk, naskah-naskah Nusantara teksnya ada yang berbentuk prosa, prosa berirama puisi, dan drama. Menurut Nabilah dalam bukunya bahwa bentuk teks berisi muatan cerita atau pelajaran Yng hendak dibaca atau dipelajari menurut berbagai pendekatan, melalui alur, perwatakan, gaya, dan lain sebagainya.




Tidak ada komentar:

Posting Komentar