Gita
Puspitasari
13010114130067
Sastra
Indonesia, SMT 1
Kelompok
B
Filologi berusaha mengungkapkan hasil budaya suatu bangsa melalui kajian
bahasa pada peninggalan dalam bentuk tulisan. Berita tentang hasil budaya yang
diungkapkan oleh teks klasik dapat dibaca dalam peninggalan berupa tulisan yang
disebut naskah. Dalam filologi, teks menunjukan pengertian
sebagai suatu yang bastrak, sedangkan naskah merupakan sesuatu yang konkrit.
Oleh karena itu, pemahaman terhadap teks klasik hanya dapat dilakukan lewat
naskah yang merupakan alat penyimpanannya. Dengan demikian, dapat dikatakan
bahwa filologi mempunyai objek dan sasaran kerja berupa naskah dan teks.
Objek kajian filologi ini, yaitu naskah beserta seluk beluknya dan teks
beserta seluk beluknya akan diuraikan
pada bagian ini sebagai berikut:
Masalah
Naskah – Teks
A.
Naskah
1.
Pengertian Naskah
Edwar Jamaris dalam bukunya
mengungkapkan bahwa naskah adalah semua bahan tulisan tangan peninggalan nenek
moyang kita pada kertas, lontar, kulit kayu, dan rotan.
Dalam bahasa latin, naskah disebut codex,
dalam bahasa Inggris naskah disebut manuscript, dan dalam bahasa
Belanda disebut handscrift.
Menurut Elis dalam bukunya
menyebutkan bahwa yang disebut naskah ‘hanscrift’ dengan singkatan hs
untuk tunggal, dan hss untuk jamak; manuscrift dengan
singkatan ms untuk tunggal, dan mss untuk jamak. Dengan demikian
naskah merupakan benda konkrit yang dapat dilihat atau dipegang, sedangkan yang
dimaksud dengan teks ialah kandungan atau isi dari naskah yang bersifat abstrak
yang hanya dapat dibayangkan saja.
Jadi semakin jelas bahwa naskah
merupakan sesuatu yang kongkrit. Artinya naskah berbentuk benda konkrit yang
dapat terlihat secara nyata dan dapat dipegang.
Ilmu yang khusus mempelajari naskah disebut kodikologi. Kodikologi
merupakan ilmu bagian dari filologi. Jika filologi mengkaji naskah dan teks,
maka kodikologi kajiannya lebih sempit, yaitu hanya membahas naskah.
2.
Perbedaan Naskah dengan Prasasti
Ketika mengunjungi museum, biasanya
kita mendapati atau melihat batu-batu peninggalan nenek moyang atau biasa
disebut prasasti. Pada batu-batu itu biasanya terdapat tulisan-tulisan yang
menggunakan aksara kuno. Sekilas kita bias saja menganggap itu merupakan jenis
naskah karena terdapat tulisan-tulisan itu. Tetapi hal itu tidak benar, karena
batu yang memiliki tulisan disebut piagam , batu tersurat atau inskripsi.
Ilmu yang mempelajarinya pun berbeda
dengan ilmu yang mempelajari naskah. Ilmu yang mempelajari tulisan pada batu
disebut epigrafi. Epigrafi merupakan bagian dari ilmu arkeologi. Sedangkan ilmu
yang mempelajari naskah adalah filologi.
Ada beberapa perbedaan antara naskah
dengan prasasti. Baik naskah maupun prasasti, kedua-duanya ditulis dengan tangan.
Antara kedua-keduanya dapat dicatat beberapa perbedaan, yaitu:
1.
Naskah pada
umumnya berupa buku atau bahan tulisan tangan. Prasasti berupa tulisan tangan
pada batu (andesit, berporus, batu putih), batu bata, logam (emas, perak,
tembaga), gerabah, marmer, kayu dan lontar.
2.
Naskah pada
umumnya panjang, karena memuat cerita lengkap. Prasasti pada umumnya pendek,
karena hanya memuat soal-soal yang ringkas saja, misalnya pemberitahuan resmi
mengenai pendirian bangunan suci, doa’doa suci penolak rintangan karma dan
segala kejahatan, ketentuan, dan penyelesaian hokum, asal-usul raja dari dewa,
(Airlangga dari dewa Wisnu dalam prasasti Kalkuta), asal-usul suatu dinasti,
atau ada kalanya hanya memuat nama orang atau nama jabatan saja.
3.
Naskah pada
umumnya anonim dan tidak berangka tahun, sedangkan prasasti sering menyebut
nama penulisnya dan adakalanya juga memuat angka tahun yang ditulis dengan
angka atau sengkalan (candrasangkala).
4.
Naskah
berjumlah banyak, karena disalin. Sedangkan prasasti tidak disalin-salin
sehingga jumlahnya relative sedikit atau hanya kurang-lebih 500 buah prasasti.
5. Naskah yang
paling tua Tjandra Kirana (dalam
bahasa Jawa Kuna) berasal kira-kira dari abad ke-8, sedangkan prasasti yang
paling tua berasal kira-kira dari abad ke-4 (prasasti Kutai).
3. Kodikologi
Yang dimaksud dengan kodikologi adalah ilmu kodeks. Kodeks itu sendiri
merupakan bahan tulisan tangan, atau menurut The new Oxford Dictionary (1982);
manuscrift volume, eps. Of ancient texts gulungan atau buku tulisan
tangan, terutama dari teks-teks klasik. Kodikologi mempelajari seluk
beluk atau semua aspek naskah, anatara lain: bahan, umur, tempat penulisan, dan
perkiraan penulisan naskah.
Setelah seni cetak ditemukan, kodeks
berubah arti menjadi buku tertulis. Kodeks pada hakikatnya berbeda dengan
naskah. Kodeks adalah buku yang tersedia untuk umum yang hampir selalu
didahului oleh sebuah naskah. Kodeks mempunyai nilai dan fungsi yang sama
dengan buku tercetak sekarang.
Melalui skema dapat digambarkan:
Konsep
Teks bersih (naskah)
Kodeks
Konsep
Teks bersih
Cetakan
Teks
bersih yang ditulis pengarang disebut otograf, sedangkan salinan bersih
pleh orang-orang lain disebut apografi.
Sebagaimana yang dikutip oleh
Mulyani yang kemudian dikutip lagi oleh Nabilah kodikologi (codicologie)
dipelopori oleh seorang ahli bahasa Yunani. Alphonse Dain, dalam
kuliah-kuliahnya di Ecole Normale Superienre Paris pada bulan februari 1994.
Istilah ini baru dikenal pada tahun 1949 ketika karyanya Les Manuscript
diterbitkan untuk pertama kalinya pada tahun yang sama. Dain sendiri
menjelaskan bahwa kodikologi adalah ilmu mengenai naskah-naskah dan bukan ilmu
yang mempelajari apa yang tertulis didalam naskah.
Tugas atau ruang lingkup kodikologi
antara lain ialah sejarah naskah, sejarah koleksi naskah, penelitian tempat
naskah-naskah yang sebenarnya, masalah penyusunan katalog, penyusunan daftar
katalog, perdagangan naskah, dan penggunaan naskah.
4. Bahan Naskah
Beberapa ratus abad silam teknologi
masih sangat sederhana, tidak secanggih seperti sekarang. Sekarang kita bisa
menulis dengan mudah karena banyak sekali alat dan bahannya. Kita bisa menulis
menggunakan bahan kertas, computer, ataupun menggunakan alat yang lebih canggih
lainnya.
Tetapi sangat bertolak belakang
dengan nenek moyang kita dimasa lampau. Untuk menuangkan ide pada tulisan,
mereka menggunakan bahan-bahan yang apabila kita gunakan saat ini maka kita
akan merasa kesulitan untuk melakukannya. Walaupun pada zaman dahulu sudah ada
yang menggunakan kertas, tetapi jumlahnya masih sedikit. Karena hanya
negara-negara tertentu yang sudah bisa menghasilkan kertas, sehingga untuk
mendapatkan kertas harus terlebih dahulu mengimpor dari negara lain.
Kertas merupakan salah satu kemajuan
peradaban umat manusia, semua sumner sejarah memastikan bahwa kertas merupakan
ciptaan seorang Cina bernama T’sai Lun, seorang menteri pada zaman
pemerintahan Kaisar Wu Di dari dinasti Han pada tahun 105 M. dia menggunakan
materi dasar yang lebih murah dalam
pembuatan kertas, seperti ampas buram, kapas, kulit tanaman, bekas jala yang
using, dan sebagainya. Sehingga merupakan sebuah penemuan yang sangat berarti
dalam sejarah. Sebelumnya kertas dibuat dari percak potongan sutra yang
direndam lalu dijadikan sebagai adonan, lalu digiling dan diratakan untuk
dipakai sebahai tulisan. Disamping mahal, kertas sutra itu tidak tahan lama.
Kertas Cina penemuan T’sai Lun mulai
diproduksi didaerah Hunan sekitar 500 km utara Canton dan meluas penggunaannya
di negeri Cina, kemudian di Korean dan di Jepang pada abad ke-7, kemudian menuju ke Amerika kecil, Persia, dan
negara-negara Timur Tengah sesuai dengan jalur perdagangan kafilah-kafilah.
Adapun pembuatan kertas di dunia
islam terjadi ketika pada abad ke 8 Masehi terjadi peperangan antara pasukan
Cina dan seorang Gubernur muslim bernama Ziad Bin Shaleh di Samarkand.
Akibatnya sejumlah orang Cina ditawan dalam peperangan yang dimenangkan oleh
pasukan muslim Samarkand. Diantara tawanan yang berjumlah 20.000itu terdapat
orang-orang yang ahli dalam pembuatan kertas Cina, yang kemudian menjadi
komoditi penting untuk di ekspor ke negara-negara lain. termasuk Eropa. Kertas
yang paling tertua produksi Samarkand , yang dikenal dengan kertas Khurasan.
Bangsa Arab mengembangkan industry
kertas dan makin baik kualitasnya. Pada abad ke 14 H, makin banyak pabrik yang
tersebar di pusat-pusat pengembangan keislaman seperti di Damaskus, Telris,
Kairo, dan Maroko serta Spanyol.
Adapun bahan-bahan yang digunakan
untuk menuliskan naskah selain kertas
pada masa lampau antara lain adalah, lontar, kulit kayu dan rotan.
Di Indonesia, bahan naskah untuk
Jawa kuna sebagai mana disebutkan oleh Zoetmulder (Kalangwang, 1974) yang
dikutip oleh Elis Suryani adalah karas,
semacam papan atau batu tulis yang diduga oleh Robson hanya di pakai untuk
sementara; Naskah Jawa memakai lontar (ron tal ‘daun tal’ _atau
daun siwalan), dan daluwang, yaitu kertas Jawa dari kulit kayu, bambu,
dan rotan. Sedangkan naskah Sunda memakai lontar, saeh, daluang, dan kertas,
kertas Eropa yang didatangkan dari Eropa menggantikan dluang karena
kualitasnya lebih baik untuk naskah Indonesia.
5.
Tempat
Penyimpanan Naskah
Tempat penyimpanan naskah Nusantara
tersebar disebagian daerah di Indonesia, ada juga yang tersimpan di
Mancanegara. Naskah biasanya disimpan diberbagai katalog di perpusatakaan dan
museum yang terdapat diberbagai negara. Kecuali di Indonesia, naskah-naskah
teks nusantara pada saat ini sebagian tersimpan di museum-museum di 26 negara,
yaitu di Malaysia, Singapura, Brunei, Srilangka, Thailand, Mesir, Inggris,
Jerman Timur, Rusia, Austria, Hongaria, Swedia, Afrika Selatan, Belanda,
Irlandia, Amerika Serikat, Swis, Denmark, Norwegia, Polandia, Cekoslowakia,
Spanyol, Italia, Perancis, dan Belgia. Sebagian naskah lainnya masih tersimpan
dalam koleksi perseorangan, misalnya naskah Melayu, Aceh, Jawa, dan Sunda.
B. Teks
Teks merupakan salah satu dari objek
kajian filologi. Untuk lebih jelasknya akan dibahas pengertian teks dan seluk
beluknya sebagai berikut:
1.
Pengertian
Teks
Objek kajian filologi selain naskah
adalah teks. Teks adalah isi yang terkandung dalam naskah. Teks terdiri atas
dua bagian, yaitu isi dan bentuk. Didalam isi terkandung ide tau amanat yang
ingin disampaikan oleh pengarang atau penulis kepada pembaca. Sedangkan bentuk
berisi muatan cerita yang hendak dibaca dan dipelajari menurut berbagai
pendekatan.
Nabilah dalam bukunya mengungkapkan
bahwa teks adalah bagian utama sebuah naskah atau buku, tidak termasuk
didalamnya catatan kaki, lampiran, bibliografi, indeks dan sebagainya.
Penelitian filologi yang berfokus
pada teks disebut kritik teks (textual criticsm) atau tekstologi
(textologi). Sedangkan penelitian yang berfokus pada naskahnya atau bahan yang
digunakan untuk menuliskan teks itu disebut kodekologi.
2.
Tekstologi
Tektologi adalah ilmu yang
mempelajari seluk beluk teks, yang antara lain meneliti penjelmaan dan
penurunan teks sebuah karya sastra, penafsiran, dan pemahamannya. Sebagai
pegangan yang berguna sekali adalah sepuluh prinsip Lichacev untuk penelitian tekstologi karya-karya
monumental sastra lama Rusia. Dalam ruang lingkup terbatas, prinsip-prinsip
tersebut hanyalah disebutkan saja tanpa keterangan lebih lanjut.
a. Tekstologi
adalah ilmu pengetahuan yang menyelidiki sejarah teks suatu karya sastra. Salah
satu diantara penerapannya yang praktis adalah edisi ilmiah yang bersangkutan.
b. Penelitian teks harus
didahulukan dari penyuntingannya.
c. Edisi teks
harus menggambarkan sejarahnya.
d. Tidak ada kenyataan
tekstologi tanpa penjelasannya.
e. Secara metodis
perubahan yang diadakan secara sadar dalam sebuah teks (perubahan ideologis,
artistik, psikologis, dan lain-lain) harus didahulukan daripada perubahan
mekanis, misalnya kekeliruan tidak sadar oleh seorang penyalin.
f. Teks
harus diteliti sebagai keseluruhan (prinsip kekompleksan pada penelitian teks).
Bahan-bahan yang mengiringi sebuah teks (dalam naskah ) harus diikut
sertakan dalam penelitian.
g. Perlu diteliti
pemantauan sejarah teks sebuah karya dalam teks-teks dan monument sastra lain.
h. Pekerjaan seorang
penyalin dan kegiatan skriptoria-skriptoria (sanggar penelitian/ penyalinan ;
biara, madrasah) tertentu harus diteliti secara menyeluruh.
i.
Rekonstruksi teks tidak dapat menggantikan teks yang diturunkan dalam
naskah-naskah. (Baried, 1985: 57).
3.
Terjadinya
Teks
Berkaitan dengan masalah teks,
jarang ada teks yang bentuk aslinya atau bentuk sempurnanya sekaligus jelas dan
tersedia. Menurut de Haan (dalam Baried, 1985: 57-58), mengenai terjadinya teks
ada beberapa kemungkinan:
1.
Aslinya
hanya ada dalam ingatan pengarang atau pengelola cerita. Turun temurun secara
terpisah, yang satu dari lain melalui dikte, apabila orang ingin memiliki teks
itu sendiri. Tiap kali teks diturunkan dapat terjadi variasi. Perbedaan teks
adalah bukti bukti pelaksanaan penurunan dan perkembangan cerita sepanjang
hidup pengarang.
2.
Aslinya teks
tertulis, yang lebih kurang merupakan kerangka yang masih memungkinkan atau
memerlukan kebebasan seni. Dalam hal ini, ada kemungkinan bahwa aslinya disalin
begitu saja dengan tambahan seperlunya. Kemungkinan lain ialah aslinya disalin,
dipinjam, diwarisi, atau dicuri, terjadilah cabang tradisi kedua atau ketiga,
disamping yang telah ada karena varian-varian membawa cerita dimasukan.
3.
Aslinya
merupakan teks yang tidak mengizinkan kebebasan dalam pembawaanya, karena
pengarang telah menentukan pilihan kata, urutan-urutan kata, dan komposisi
untuk memenuhi maksud tertentu yang ketat dalam bentuk literature itu.
4.
Isi Teks
Isi naskah pada teks sangat beragam.
Ada yang sebetulnya tidak dapat digolongkan pada karya sastra, seperti
undang-undang, adat-istiadat, cara-cara membuat obat, dan cara-cara membuat
rumah. Sebagian besar isi naskah dapat digolongkan dalam pengertian khusus,
seperti cerita-cerita dongeng, legenda, pantun, syair, dan gurindam. Itulah
sebabnya pengertian filologi diidentikan dengan sastra lama.
5.
Aksara, Bahasa, dan bentuk teks
Keberagaman naskah tidak hanya dari
segi isinya, tetapi juga dari segi aksara, bahasa dan bentuknya. Naskah
nusantara ditulis dalam berbagai aksara, ada aksara Bali, Jawa, Sunda, Jawi
(Arab-Melayu), Pegon, Bugis, Makasar, Karo, Mandailing, Rejang, Toba, Lampung,
dan Kerinci.
Demikian pula bahasa yang digunakan.
Naskah Nusantara ditulis dalam berbagai bahasa daerah seperti bahasa Jawa,
Sunda, Melayu, Aceh, Batak, Minangkabau, Bugis, makasar, Banjar, dan Wolio.
Dari segi bentuk, naskah-naskah
Nusantara teksnya ada yang berbentuk prosa, prosa berirama puisi, dan drama.
Menurut Nabilah dalam bukunya bahwa bentuk teks berisi muatan cerita atau
pelajaran Yng hendak dibaca atau dipelajari menurut berbagai pendekatan,
melalui alur, perwatakan, gaya, dan lain sebagainya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar